|
....::::KARENA KOBAR API::::....
Setelah kebaktian yang panas, segalanya runtuh kecuali langit salih,
maka kutulis dongeng dengan lemak kota mati tersebab kobar api;
Di bawah tatap mata lilin, yang mengabut di air mata, aku
ingin mengabarkan, lebih dari lilin, keyakinan yang terpilin seperti kawat.
Sepanjang hari, aku menyeberangkan langkah di antara puing dongeng,
Terperanjat pada tiap dinding yang tegak di jalan seperti pendusta;
Nyaring pekik burung langit, dan seluruh mendung terbungkus
koyak terkuak terampas, memucat putih, tersebab kobar api.
Pada laut berkabut, di mana Kristus melangkah, aku bertanya, kenapa
harus mengentalkan air mata, ketika keras dunianya cedera?
Di kota, dedaunan kertas, tapi bukit itu segembalaan keyakinan;
Kepada bocah yang sepanjang hari melangkah, daun adalah nafas hijau
Membangun lagi cinta yang kukira mati seperti kuku-kuku,
Memberkati kematian, ditahbiskan api berkobaran
....::::PENTAKOSTA::::....
Lebih baik hutan di dalam kepala
daripada beton kekar tak berakar.
Lebih baik tegak dirudung bingung
dikepung kunang di kelok jalanan;
Lelampuan musim dingin tak tampak
dari trotoar yang hilang tak terlacak,
dan lidah salju pun tak bisa mengucap
tak bisa menyebut sang Ruhulkudus;
senyap yang semakin sunyi sendiri
kata-kata berjatuhan dari ujung atap
memberi tanda di sepanjang jeruji besi,
menunjuk arah, yang tak terbukti.
Tapi yang terbaik: perjalanan malam
perlahan membaca kitab-kitab pasir
yang mengirimkan, bukan bidadari sunyi
tapi burung laut yang terlambat pulang.
Tangis siapa yang melindap? Bergerak
menembus beting berpendar fosfor,
dulu, pernah diajarkan di masa kecilku,
dulu ia pernah memanggil Jiwa itu.
....::::MALAM TANPA UCAPAN HARAPAN::::....
di pintu terbuka, kau berdiri menghala
janji-janji menghampari lantai
angin mati
kehidupan pun tak lagi bersisa
tak lagi daging yang membaluti tulang
yang tersisa hanya serakan kotoran
yang terdengar hanya nafas sendiri
tak lagi berdoa, kecuali memohon mati
awan beku, berkakuan
lalu menghilang begitu saja
yang menyelamatkan hanya bulan
itupun, tak bersuara di gelap sana
engkau berdiri menghala di sini
tak lagi merasakan apa-apa
segala hilang
segala pergi
hingga matahari menabik di pagi hari
dan datang harapan mengaba-aba ...
....::::DAN DETAK JAM MENGHENTAK::::....
ada yang menangis bergelapan
sendirian, kesedihan dan kesakitan
dan niat bunuh diri: berlintasan!
di depan kaca, berkaca, mengaca
bayang-bayang menepuk-nepuk pipi
gugur rambut
mengelupas
kulit
memunguti lagi
memori ketika diri
terhina tercaci
hidup pada waktu yang dipinjamkan
tersuruk di balik kutuk penyakit
bila sahabat dekat menjauh jarak
saat itu kau temukan alasan
kenapa hidup mesti dipertahankan
....::::DOA,MIMPI,DAN TEKA-TEKI::::....
embun yang menyejukkan subuh itu
yang terbaca oleh daun dan bunga,
adalah gema yang dibisikkan langit,
ketika doamu sampai, dan Dia diam-diam
merencanakan kisah untukmu, tapi
merahasiakan jawabannya dalam teka-teki
yang mesti kau tebak sendiri....
embun yang bertahan di ujung rumputan
hingga dijemput kembali oleh jari-jari matahari,
adalah kata sandi yang mesti kau kumpulkan
agar kelak tersusun puisi, sampai akhirnya kau
sendiri sepenuhnya memahami, "hei, siapa
yang mengaminkan doa-doaku selama ini?"
embun yang berulang kali datang lagi
ke dingin kaca jendela kamar tidurmu,
adalah suara yang memanggilmu dari nun jauh sana,
tapi dia tak sampai hati mengganggu mimpimu,
dan dia menunggu saja di luar itu, bersiaga,
kelak ketika suatu hari pintu tidurmu terbuka
oleh mimpi yang selalu kau pinta dalam doa,
maka pesan itupun disampaikannya: "...nah,
kau sudah menebak teka-teki itu, Saudara."
....::::CINTA SEUSAI CINTA::::....
Waktu itu akan tiba
Ketika, tanpa bungah hati
Kau bersapaan dengan dirimu sendiri, tiba
di pintumu sendiri, di cerminmu sendiri
Lalu satu tersenyum setelah yang lain ucap salam,
lalu ucap sila, duduk saja. Santaplah.
Kau akan mencintai lagi orang asing itu: dirimu sendiri.
Suguhkan anggur. Sajikan roti. Serahkan lagi hatimu
pada dirimu sendiri, pada orang asing yang mengasihimu.
Segenap hidup, yang sudah tak kau peduli
untuk yang lain, yang tahu engkau dengan penuh hati.
Ambil jemput surat-surat cinta dari lemari buku,
foto-foto, serak catatan-catatan putusasa
mengupas gambarmu dari kaca cermin itu.
Duduklah, kendurikan hidupmu.
...:::YA TUHAN:::...
YA TUHAN...
klo dia jodohku....
aku cuma mau dia...
YA TUHAN...
klo memang hati nya miliku...
berikan hatinya pada hatiku...
aku cuma mau dia...
YA TUHAN....
klo dia dekat dgnku...
aku cuma mau dekat dia...
YA TUHAN...
klo dia udah dekat danganku...
aku mau lebih dekat lagie...
hanya aku dan dia...
YA TUHAN...
klo dia memang diciptakan buat
aku...
aku cuma mau tetap dia...
YA TUHAN...
klo memang dia hanya satu...
berikan pada ku...
hanya buat aku...
karna.....
aku mau cuma dia...
YA TUHAN....
kabulkanlah smua ini...
cuma untuk dia....
....::::JEJAK-TERHINA:
ada yang menangis bergelapan
sendirian, kesedihan dan kesakitan
dan niat bunuh diri: berlintasan!
di depan kaca, berkaca, mengaca
bayang-bayang menepuk-nepuk pipi
gugur rambut
mengelupas
kulit
memunguti lagi
memori ketika diri
terhina tercaci
hidup pada waktu yang dipinjamkan
tersuruk di balik kutuk penyakit
bila sahabat dekat menjauh jarak
saat itu kau temukan alasan
kenapa hidup mesti dipertahankan
|
|
|